- YAYASAN
Berdasarkan
undang-undang No 17 tahun 2001 sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang No 28 tahun 2004 yayasan
adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan
untuk mencapai tujuan tertentu dalam bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan
yang tidak mempunyai anggota. Yayasan adalah kesatuan yang didirikan dengan
tujuan tidak mencari laba (nirlaba) tetapi bertujuan tettentu dibidang sosial,
keagamaan, dan kemansiaan berdasarkan prinsip keterbukaan dan
akuntabilitas.
Perlakuan
pajak atas usaha yayasan (SE-34/PJ.4/1995, tanggal 07/04/1999). Hampir
perlakuan pajak atas usaha yayasansama dengan perlakuan pajak pada badan
lainnya, seperti:
1.
Wajib mendaftarkan diri untuk memiliki
NPWP dan NPPKP.
2.
Yayasan wajib menyelengarakan pembukuan.
3.
Menyampaikan surat pemberitahuan (SPT)
baik masa maupun tahunan, seperti:
Ø Melaporkan
kewajinban PPh badan: PPh Pasal 25, PPh Pasal 29.
Ø Pemotong
PPh Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 4 (2).
Penghasilan yayasan atau organisasi yang sejenis yang bukan merupakan
Objek Pajak.Penerimaan yayasan atau organisasi yang sejenis dapat dibedakan
antara penerimaan yang bukan Objek Pajak dan penerimaan yang merupakan Objek
Pajak.
Penerimaan atau penghasilan yang bukan
merupakan objek pajak.
a.
1. Bantuan atau sumbangan.
2) harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi
yang sejenis sebagai badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor :
604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
sepanjang tidak ada hubungannya
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak
yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat
disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut dibukukan oleh pihak yang menerima
sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
b. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
yayasan atau organisasi yang sejenis dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia.
c. bantuan atau
sumbangan dari Pemerintah.
Penghasilan yayasan atau organisasi yang
sejenis yang merupakan Objek Pajak Penghasilan.
·
penghasilan diterima atau diperoleh dari usaha,
pekerjaan, kegiatan atau jasa yayasan.
·
Bunga deporito, bunga obligasi, diskonto SBI,
dan bunga lain.
·
Sewa, imbalan lain dari pengunaan harta.
·
Keuntunngan dari pengalihan harta, termasuk
keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari bantuan, sumbangan atau
hibah.
·
Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha.
Yayasan di Bidang Pelayanan Kesehatan
Penghasilan
yang dibidang kesehatan merupakan objek pajak :
·
penghasilan dari uang pendaftaran dari pelayanan
kesehatan.
·
Penghasian dari sewa kamar atau ruang untuk
rawat inap.
·
Penghasilan dari poliklinik dan pusat pelayanan
kesehatan.
·
Penghasilan dari perawatan, ( seperti: uang
pemeriksaan dokter, uang operasi, uang rontgeng,
uang scanning, uang pemeriksaan
laboratorium).
·
Penghasilan dari uang pemeriksaankesehatan
seperti general chekup, penghasilan
dari sewa alat-alat kesehatan, mobil ambulance.
·
Penghasilan dari penjualan obat (apotek, rawat
inap), penghasilan lain sehubungan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
lain-lain.
Pengurang penghasilan bruto yayasan kesehatan (S-89/PJ.31/1999, tanggal
4/12/1999), antara lain:
·
Biaya yang berhubungan lanngsung usaha,
pekerjaan atau pemberijasa untuk mendapat, menagih, memelihara penghasilan atau
biaya yang berhubungan langsung dengan operasional penyelenggara yayasana dan
ada bukti pendukungnya, seperti;
Ø
Biaya gaji/ tunjangan/ honorium perawat/tenaga
medis/karyawan.
Ø
Biaya umum dan administrasi.
Ø
Biaya bunga.
Ø
Biaya pemeliharaan gedung, kendaraan inventaris.
Ø
Biaya pelengkap rumah sakit.
Ø
Biaya tranportasi.
Ø
Biaya operasi kendaraan rumah sakit dan kantor.
Ø
Biaya penelitian dan pengembangan (researcb development).
Ø
Biaya beasiswa dan pelatihan karwayan.
Ø
Biaya PPB, BPHTB, Bea Materai, seluruh pajak
daerah dan retribusi daerah dan lain-lain.
Ø
Biaya kerugian penjiualan atau pengalihan harta.
·
Biaya penyusutan / amortisasi dengan metode gari
lurus dan menurun atas pengeluaran harta yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun.
·
Biaya subsidi/pelayanan kesehatan pasien yang
kurang mampu.
Yayasan di Bidan Usaha Pelayanan Pendidikan
Penghasilan yayasan dibidang
pendidikan oleh objek pajak:
·
Penghasilan dari uang endaftaran dan uang
pangkal
·
Penghasilan dari uang seleksi siswa atau
mahasiswa atau peserta pendidikan.
·
Penghasilan dari unang pembangunan gedung,
pengadaan prasarana atau pembayaran lain dengan nama apapun yang berkaitan
dengan keberadaan siswa atau mahasiawa atau peserta pendidikan.
·
Penghasilan dari uang SPP, uang SKS, uang ujian,
uang kursua, uang seminar atau lokakarya dan sebagainya.
·
Penghaasilan lain yang berkaitan dengan jasa
penyelengaraan pengajaran atau pendidikan atau pelatihan dengan mnama dan dalam
bentuk apapun.
·
Penghasilan kontrak kerja dibidang penelitian,
dan lain-lain.
Biaya diperkenankan menjadi pengurang penghasilan bruto untuk usaha
yayasan pendidikan;
·
Biaya yang berhubungan langsung dengan usaha
pekerjssn stsu pemeri jasa untuk
mendapat, menagih, memelihara atau biaya yang berhubungan langsung dengan
operasional penyelengara yayasan dan ada bukti pendukungnya, seperti:
Ø
Biaya gaji atau tunjangan atau honorarium
pimpinan atau dosen pengajar atau karyawan.
Ø
Biaya umum dan administrasi kantor.
Ø
Biaya iklan dam promosi.
Ø
Biaya kendaraan, biaya kemahasiswaan.
Ø
Biaya ujian semester.
Ø
Biaya sewa gedung (listrik, telepon), biaya
laboratorium, biaya penyelengaraan asrama.
Ø
Biaya bunga bank, biaya bank yang ada hubungan
dengan usaha.
Ø
Biaya pemeliharaan kampus, gedung, prasarana
kerja.
Ø
Biaya penelitian dan pengembangan, biaya untuk
beasiswa, biaya pelatihan dosen atau pengajaran atau karyawan, biaya pembelian
perpustakaan dan alat-alat olah raga dan peraga.
Ø
Biaya PBB, PBHTB, bea materai, seluruh pajak
derah dan retribusi daerah dan lain-lain.
Ø
Biaya pembangunan gedung dan prasarana
pendidikan yang berasal dari selisih lebih yang diakui sebagai penghasilan dan
lain-lain.
Ø
Biaya kerugian dan penjualan atau kerugian
pengalliha harta.
·
Biaya penyusutan atau amortisasi dengan metode
garis lurus dan saldo menurun atas pengeluaran harta yeng mempunyai masa
manfaat lebih dari satu tahun.
·
Biaya subsidi atau biasiswa yang diberikan
kepada mahasiswa yang kurang mampu atau biaya pendidikan siswa yang kurng mampu
yang diakui yayasan.
Yayasan di Bidang pengembangan Masyarakat
(community development)
Penghasilan
yayasan di bidang pengembangan masyarakat ( community development) yang
merupakan objek pajak:
·
Penghasilan dari imbalan jasa konsultasi.
·
Penghasilan
dari imbalan jasa penelitian.
·
Penghasilan dari usaha sendiri.
·
Penghasilan dari binga deposito
·
Penghasilan dari jasa pinjaman kepada karyawan.
·
Penghasilan dari keuntungan penjualan atau
pengakihan harta.
·
Penghasilan dari keuntungan penyelengaraan
seminar.
·
Penghasilan dari pelaksanaan suatu kegiatan yang
berorientasi pada keuntungan.
·
Penghasilan dari pelaksanaan survie, penghasilan
dari iuran angota dan lain-lain.
Biaya diperkenankan pengurang penghasilan bruto pengembangan masyarakat
( community development) adalah:
Biaya yang berhubungan langsung
dengan usaha, pekerjaan atau pemberi jasa untuk mendapat, menagih, memekihara penghasilan
atau biaya yang berhubungan langsung
dengna oprasional denga penyelengara yayasan dan ada bukti ysng mendukkungnya,
seperti:
·
Biaya gaji, tunjangan baik teratur maupun tidak
teratur.
·
Biaya umum dan administrasi.
·
Biaya bunga yang ada hubungannya usaha.
·
Biaya penyusutan/ amortisasi metode garis lurus
dan metode saldo menurun.
·
Biaya kendaraan kantor untuk operasi.
·
Biaya iklan dan promiosi.
·
Biaya pemeliharaan, kantor gedung dan prasarana
kerja, asrama.
·
Biaya seminar, pengembangan SDM, biaya penelitian,
pengambangan.
·
Biaya prigram, seprti: anak asuh program
pengentasan kemiskinan, program pengnembangan pendidikan, dan lain-lain.
·
Bisaya PBB, BPHTB, Bea materai seluruh pajak
daerah, retribusi daerah, dan lain-lain.
AKUNTANSI PAJAK KOPRASI
Pengertian koperasi
berdasarkan UU no 25 1992:
Badan usaha yang berangotakan
orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan
prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan atas
azas kekeluargaan.
Ada beberapa penghasilaan koprasi
yang bukan termasuk objek pajak
penghasilan, sebagai mana diatur sebagai berikut;
·
Pasal 4 ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 10
Tahhun 1994: “bantuan atau sumbangan yang diterima oleh koperasi sepanjang
tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan.
·
Pasal 4
ayat 3 huruf a Undang-Undang No. 10 Tahhun 1994 Jo pasal 2 ayat 1 Kepmenkeu No.
604/KMK.04/1994, tanggal 22-12-1994 dan angka 4 SE-05/PJ/1994” harta hibah yang
diterima oleh koperasi sepanjang antara pemberi hibah dengan koperasi tersebut
tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau pengusaha dengan syarat
bahwa nilai aktiva ( nilai kekayaan koperasi sebelum dikurangi oleh utang)
tidak termasuk tanah dan bangunan pada saat akan menerima hibah, tidak lebih
dari Rp 600.000.000.
·
Pasal 23 ayat 4 huruf f Undang-Undang PPh No. 10
tahun 1994 “ sisa hasil usaha yang dibayarkan oleh koperasi kepada angotanya
tidak dipotong pajak.
·
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 15
tahun 2009 tentang pajak penghasilan dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
Pasal 1: penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarka oleh koperasi
yang didirikan di Indonesia kepada aonggota koperasi orang pribadi dikenai
pajak penghasilan yang bersifat final.
Pasal 2: besarnya pwnghasilan sebagaimana dimaksut pasal 1adalah sebagai
berikut:
Ø
0% untuk penghasilan berupa bunga simpana sampai
dengan Rp 240.000 per bulan.
Ø
10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan
berupa bunga simpanan lebih dariRp.240.000 per bulan.
Contoh perhitungan pajak penghasilan atas bunga simpanan:
-
Bila bunga dibayarka pada bulan februari Rp.240.000
untuk masa januari, maka PPh terutang adalah 0%
-
Bila bunga
dibayarka pada bulan februari Rp.245.000 untuk masa januari, maka PPh terutang
adalah 10% X Rp 245.000 = Rp 24.500
-
Bila dibayarkan ppada bulan april sebesar Rp 500.000
dengan rincian:
Bulan januari Rp 250.000
Bulan februari Rp 150.000
Bulan maret Rp 100.000
Maka yang dikenakan PPh 10% adalah bulan januari sebesar 10% x Rp
250.000 = Rp 25.000 ( bersifat final ) dan untuk bulan Februari dan Maret = Rp
0
Pelakua pajak atas bentuk usaha koperasi tidak
berbeda jauh dengan perlakuan badan usaha lainnya, dimana kopersai berkewajiban
atas:
·
Mendaftarkan diri memiliki NPWP / NPPKP
·
Kewajiban memotong PPh Pasal 21 masa atau tahunan
·
Kewajiban memotong PPh Pasal 23, Pasal 26 dan
Pasal 4 (2)
·
Kewajiban memperhitungkan PPh badan atau PPh
Pasal 25 dan Pasal 29
·
Kewajiban mengenakan pajak pertambahan nilai
(PPN) atas penyerahannya
·
Melaporkan SPT PPh baik Tahunan maupun masa
·
Melaporkan SPT masa PPN
Fenomena Koperasi :
·
Banyak koperasi seharusnya menjadi pengusaha
kena pajak (PKP) tetapi masih non-PKP misal penjualan dari suprmarket sudah
memenuhi syarat PKP tetapi tidak mendaftarkan diri sebagai PKP.
·
Banyak koperasi dalam memenuhi kewajiban rutin
seperti melaporkan SPT masa dan tahunan tidak lapor atau telat lapor
·
Banyak koperasi laporan keuangan yang disajikan
belum standar akuntansi keuangan.
PERLAKUAN PAJAK ASURANSI
Dalam standar akuntansi keuangan tidak dijelaskan mengenai besarnya
cadangan yang diperbolehkan, namun dalam ketentuan perpajakan sesuai dengan
Keputusan Menteri keuangan Nomor
80/KMK.04/1995 tanggal 6 Februari 1995 dan Surat Edaran 20/PJ.4/1995 diatur
mengenai pembentukan cadangan yaitu :
-
Asuransi kerugian :
Cadangan premi :
40% dari premi tangungan sendiri
Cadanngan klaim :
sama dengan jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar ditambah denga klaim yang sedang
dalam proses.
-
Asuransi jiwa :
sesuai dengan perhitungan akturia yang disahkan dengan derektorat jendral
lembaga keuangan.
Perlakuan pajak
atas bentuk usaha asuransi tidak berbeda jauh dengan perlakuan badan lainnya,
dimana asuransi berkewajiban atas :
·
Mendaftarkan diri memiliki NPWP / NPPKP
·
Kewajiban memotong, menyetor, melaporkan PPh
Pasal 21 masa atau tahunan
·
Kewajiban memotong, menyetor, melaporkan PPh
Pasal 23, Pasal 26 dan Pasal 4 (2) di SPT Masa PPh.
·
Kewajiban setor sendiri PPh badan atau PPh Pasal
25 untuk SPT masa dan Pasal 29 untuk SPT tahunan PPh.
·
Kewajiban menyelengarakan pembukuan.
USAHA DAGANG (UD)
Usaha
dagang menjual dan membeli barang dagangan, tanpa melakukan perubahan yang
berarti atas barang yang diperdagangkan tersebut dan fungsi perusahaan dagang
tersebut terutama kepada disrtibusai barang jasa.
UD SUKA DANA MEDAN
LAPORAN KEUANGAN LABA RUGI

Penjualan Rp
1.250.000.000

Penjualan bersih Rp
1.000.000.000
Harga pokok penjualan
Persediaan awal Rp 600.000.000
Pembelian Rp 320.000.000

Rp
300.000.000


Barang tersedia untuk dijual Rp 1.000.000.000


Laba bruto Rp
400.000.000
Biaaya – Biaya operasi
Biaya penjualan Rp
150.000.000


Laba bersih sebelum pajak Rp 150.000.000

Laba bersih setelah pajak Rp 132.500.000
UD SUKADANA MEDAN
LAPORAN KEUANGAN NERACA
31 DESSEMBER 2009
Aktiva
Lancar
Kas Rp 100.000.000
Piutang Rp 75.000.000
Persekor karyawan
Rp 25.000.000
Persediaan Rp 400.000.000
Aktiva
Tetap
Tanah Rp 400.000.000
Bangunan Rp 600.000.000
|
Kewajiban
Utang
lancar Rp 400.000.000
Utang
jangka panjang Rp 600.000.000
Modal Rp
600.000.000
|
Total
Aktiva
Rp 1.600.000.000
|
Total
kewajiban/ modal
Rp
1.600.000.000
|
Jadi UD. Suka
Dana Medan dalam memenuhi kewajiban perpajakan, antara lain:
·
Memiliki NPWP
·
Memiliki NPPKP
bila memenuhi syarat peredaran usaha melibihi atau Rp 600.000.000
setahun.
·
Melapokan outlet-outlet
atau cabang bila ada.
·
Menyelengarakan pemukuan atau pencatatan dan
menyimpan catatan, buku.
·
Memenuhi kewajiban perpajakan baik rutin ( SPT
masa PPh pasal 25, SPT masa PPh pasal 21, SPT masa PPN, SPT masa PPh Final, SPT
Tahunan PPh Badan / Orang Pribadi ) maupun tidak rutin ( keuntungan penjualan
aktiva tetap ).
·
Memenuhi kewajiban withholding tax setor sendiri (PPh pasal 21,PPh pasal 22, PPh 23,
PPh pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26).
·
Emenuhi kewajiban PBB, BPHTB, PPh final, seperti
pengalihan tanah.
·
Melaporkan kewajiban tidak rutin, seperti
pengalihan harta (tanah, bangunan, kendaraan).
·
Memenuhi kewajiban bila dipaksa.
Perbandingan pembayaran pajak PPN antara
PKP dengan non PKP
Usaha Dagang
|
PKP
|
Non-PKP
|
Penjualan
pajak keluaran(PK)
|
Rp 1.000.000.000
Rp 1.00.000.000
|
Rp 1.000.000.000
|
Pembelian
Pajak masukan (PM)
|
Rp 700.000.000
Rp 70.000.000
|
Rp 700.000.000
|
Laba bruto
PPN
|
Rp 300.000.000
Rp 30.000.000
|
Rp 300.000.000
|
Bola non-PKP di law enforcement kantor pajak PPN
|
Nihil
|
Pokok
pajak yang harus dibayar Rp 100.000.000
+ sanksi administrasi, bila non-PKP tidak memenuhi kewajiban PKP bila
ditetapkan kewajiban pajak masukan (PM) tidak dapat dikreditkan.
|
Fenomena Usaha
Dagang (UD) dan banyak wajib pajak:
·
Melaporkan peredaran usaha, omzet, penghasilan
dibawah batas PKP (600.000.000 menghindari untuk pengusaha kena pajak (PKP).
·
Melaporkan laporan keuangan neraca dan laporan
keuangan laba rugi tetapi tidak didukung siklus akuntansi.
·
Wajib pajak orang pribadi termasuk PNS, pegawai
swasta, propesional bebas, pengusaha banyak tidak lapor daftar harta dan daftar
kewajiban pada SPT tahunan orang pribadi menurut keadaan yang sebenarnya.
PERUSAHAAN INDUSTRI/MANUFAKTUR
Perusahaan industri
terlibat dalam kegiatan distribusi dan kegiatan pengelolaan bahan mentah
menjadi barang jadi. Sehubungan adanya kegiatan pproduksi maka diperlukan harga
pokok produksi yang dihasilkan dalam menentukan harga jual, penilaian
persediaan, laba yang diharapkan dari penjualan.
Unsur-unsur biaya produksi:
·
Bahan baku langsung.
·
Upah langsung.
·
Biaya-biaya pabrik tidak langsung.
PT
SANUR BALI dalam memenuhi kewajiban perpajakan, antara lain:
·
Memiliki NPWP
·
Memiliki NPPKP bila memenuhi syarat
peredaran usaha melebihi atau Rp 600.000.000 setahun.
·
Melaporkan outlet-outlet atau cabang
lain bila ada.
·
Menyelengarakan pembukuan dan menyimpan
catatan,buku.
·
Memenhi kewajiban perpajakan baik rutin
(SPT masa PPh pasal 25, SPT masa PPh pasal 21, SPT masa PPN, SPT masa PPH
Final, SPT masa tahunan badan atau orang pribadi) maupun tidak rutin (
keuntungan penjualan aktiva tetap).
·
Memenuhi kewajiban witholding tax ( PPH pasal 21, PPh pasal 22, PPh pasal 23, PPh
pasal 24, PPh pasal 25, PPh pasal 26, PPN impor).
·
Memenuhi kewajiban PBB, BPHTB, PPh final
pengalihan harta.
·
Memotong PPN atas barang mewah bila ada.
·
Memenuhi kewajiban bila dipaksa.
PERAKUAN PAJAK SEKUTU FIRMA
Firma
atau juga sering disebut Fa, adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan
usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama. Pemilik firma
terdiri atas beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing angota persekutuan
menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian
perusahaan.
Penghasilan yang diterima oleh
angota atau sekutu firma menurut ketentuan perpajakan bukan merupakan objek
pajak. Diatur dalam pasal 4 ayat 3 huruf I undang-undang nomor 17 tahun 2000 UU
PPh menyebutkan:
Bagian laba yang diterima atau
diperoleh angota dari perseroan komoditer yang modalnya tidak ternagi atas
saham-saham, persekutuan,perkumpulan, firm, dan kongsi. Untuk kepentinga pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana
disebut dalam ketentuan ini yang merupakan himpunan kepentingan angotanya
dikenakan pajak sebagai satu kesatuan
yaitu pada tingkan badan tersebut. Oleh karena itu bagian laba yang diterima
oleh para angota badan tersebut bukan lagi merupakan objek pajak. Penghasilan
yang diterima oleh sekutu firma bukan merupakan objek pajak PPh 21 (tidak boleh
dipotong PPh pasan 21).
Dalam memori penjelasan pasal 9 ayat
(1) huruf j UU PPh angota firma, perkekutuan dan perseroan komoditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham diperlukan sebagai satu kesatuan,sehingga
tidak ada imbalan sebagai gaji. Dengan demikian gaji yang diterima oleh angota
persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham, bukan merupakan pembayaran yang boeh dikurangkan dari penghasilan bruto
badan tersebut.
Biaya yang dikeluarkan untuk
membayar gaji sekutu firma tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya untuk
menghitung besarnya penghasilan kena pajak, sehingga harus dikoreksi pajak
positif dalam PPh badan.
UTANG DAN PIUTANG PAJAK
Wajib
pajak (perusahaan) dalam memenuhi kewajiban perpajakan dapat sebagai pembayar
pajak sebagai pemotong dan pemungut pajak dan sebagai pihak yang dipotong dan
dipungut pajaknya.
Pemotongan/pemungutan
pajak
|
Bersifat
sebagai utang pajak
|
Di
potong atau dipungut pajak oleh pihak lain
|
Bersifat
sebagai piutang pajak (prepaid pajak)
|
Pembayar
pajak
|
Bersifat
pelunasan pajak
|
·
Bersifat sebagai utang pajak.
Pajak
yang bersifat sebagai utang timbul ketika badan diharuskan untuk memotong dan
memungut pajak, seperti:
ü PPN
dan PPnBm, yaitu pajak yang dipungut dari pembeli.
ü PPh
Pasal 21, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan penerima penghasilan.
ü PPh
Pasal 22, yaitu pajak yang dipotong dari pembelian barang dalam hal ditunjuk
sebagai pemungut PPh Pasal 22 atau pembelian barang.
ü PPh
Pasal 23, yaitu pajak yang dipotong dari pembayaran jasa, bunga, deviden, royalti, dan sewa
kepada wajib pajak dalam negeri.
ü PPh
Pasal 26, yaitu pajak yang dipotong dari penghasilan yang diterima oleh wajib
pajak luar negeri.
ü PPh
tertentu yang bersifat final, yaitu pajak yang dipotong dari wajib pajak lain
yang bersifat final, misal : sewa tanah dan bangunan.
·
Bersifat sebagai piutang pajak (prepaid
tax)
Pajak
yang bersifat kredit pajak adalah pajak yang dipotong atau dipungut oleh pohak
lain atau yang dibayar sendiri oleh badan, yang dapat diperhitungkan dengan
pajak yang terutang. Pajak-pajak yang bersifat kredit pajak adalah: PPh Pasal
22, 23,25, fisal luar negeri, PPN masukan (pajak masukan).
·
Bersifat sebagai pelunasan pajak
Pajak
ini bersifat sebagai pelunasan pajak dalam tahun berjalan. Pelunasannya dapat
melalui penyetoran sendiri atau melalui pemotongan oleh pihak lain adalah:
ü PPh
4 (2) yang bersifat final.
ü Pajak
bumi dan Bangunan (PBB)
ü Bea
Materai (BM)
ü Bea
perolehan hak atas tanah atau bangunan (BPHTB)
ü Seluruh
pajak daerah dan retribusi.
Jurnal Pajak Penghasilan (PPh)
Jurnal PPh Pasal 21
·
Jurnal
PPh Pasal 21 di mana penerima penghasilan (pegawai) membayar sendiri pajak
terutang (tidak ada DPT).
Pada
saat akrual.
Misal
bulan Juli 2009, pada saat pembayaran gaji kepada karyawan tanggal 30 Juli
2009dengan data:
Total
gaji Rp
100.000.000
Total
utang PPh Pasal 21 Rp 5.000.000
Jurnal:
(D) Biaya gaji Rp 100.000.000
(K) Kas/bank
Rp 95.000.000
(K) Utang PPh Pasal
21
Rp 5.000.000
|
Pada
saat pembayaran PPh Pasal 21 bulan Agustus 2009, maka jurnalnya:
(D) Utang PPh Pasal
21 Rp 5.000.000
(K) Kas/bank
Rp 5.000.000
|
·
Jurnal
PPh Pasal 21 terutang ditanggung pemerintah seluruhnya.
Misal
Misal
Miki mempunyai gaji setiap bulannya tahun 2009 sebesar Rp 100.000.000, dalam
hal ini mendapat fasilitas PPh ditanggung pemerintah seluruhnya.
Jurnal:
(D) Biaya gaji Rp 100.000.000
(K) Kas/bank
Rp 100.000.000
|
·
Jurnal
PPh Pasal 21 hanya sebagian ditanggung pemerintah.
Misal:
penghasilan bruto Rp
4.000.000
Utang
PPh Pasal 21 Rp 150.000
PPh
Pasal 21 DTP Rp 50.000 (-)
Utang
PPh Pasal 21 Rp 100.000
Jurnal:
(D) Biaya gaji Rp 4.000.000
(K) Kas/bank
Rp 3.900.000
(K) Utang PPh Pasal
21
Rp 100.000
|
·
Jurnal
Impor Pph Pasal 22 Impor
Misal
perusahaan mengimpor mesin seharga Rp 1.000.000 dengan melunasi PPh Pasal 22
import dengan tarif sebesar 2,5%, yaitu
Rp 25.000.000, atau transaksi tersebut tercatat:
Mesin Rp
1.000.000.000
PPh Pasal 22 (prepaid tax) Rp
25.000.000
Kas/bank Rp 1.025.000.000
|
Misal
PPh Pasal 22 bendaharawan atas pembelian dananya bersumber dari APBN/APBD, maka
tekanan pemerintah menjurnal:
Bank
Rp 10.000.000
PPh Pasal 22 Rp 40.000.000
Penjualan
Rp 50.000.000
|
Jurnal Kredit PPh Pasal 23
Misal
(dari sudut penyewa atau beban), pemotongan PPh pasal 23 sebesar 2% dari
pembayaran biaya sewa mesin sebesar Rp 100.000.000, yaitu Rp 6.000.000, atas
transaksi tersebut dicatat:
(D) Biaya sewa
mesin Rp 100.000.000
(K) PPh Pasal 23
(utang pajak) Rp 2.000.000
(K) Kas/bank Rp
98.000.000
|
Misal
(dari sudut pemilik atau penghasilan), pencatatan untuk PPh Pasal 23 pada saat
transaksi kas:
(D) Kas/bank Rp 98.000.000
(D) PPh Pasal 23
dibayar dimuka
(kredit pajak) Rp 2.000.000
(K) Penghasilan sewa
mesin-mesin Rp 100.000.000
|
Jurnal Kredit PPh Pasal 24 atas
Penghasilan Luar Negeri
Misal
jurnal penghasilan dividen di Australia.
Kas/bank Rp
10.000.000
PPh Pasal 24 dibayar
di muka Rp 90.000.000
Penghasilan
dividen
Rp 100.000.000
|
Jurnal Angsuran PPh Pasal 25
Misal
Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2009 adalah Rp 5.000.000, dicatat:
(D) PPh dibayar di
muka PPh Pasal 25 Rp 5.000.000
(K) Kas
Rp 5.000.000
|
Jurnal Pelunasan PBB
Pembayaran
PBB tahun 2009 adalah Rp 20.000.000, atas transaksi tersebut dicatat:
(D) Biaya PBB Rp
20.000.000
(K) Kas
Rp 20.000.000
|
0 komentar:
Posting Komentar